Sore itu aku mencecap kopi hangat dari mesin pembuat kopi instan otomatis yang selalu tersedia di pantry kantor. Seperti biasa, akhir bulan adalah malam-malam panjang yang perlu dilewati teman-teman kuli pencatat laporan keuangan.
Jam menunjukkan pukul 5 sore, biasanya aku udah ngacir ke kosan, nonton drama korea. Hhhhh, tak sadar aku melenguh dan menggaruk-garukkan kepala yang tidak gatal. Kapan balancenya iniiii, huhuhu. Batinku mulai merengek.
Kutatap layar komputer dengan seksama. Berharap angkanya berunah kemudian menjadi balance. Aku mulai berhalusinasi. "Baik, akan kuselesaikan malam ini!" Ucapku pelan dengan semangat 45.
----
Tak terasa jam sudah menunjukkan jam 10 malam. Neraca keuangan yang beratus-ratus milyar itu hampir selesai. Uang yang tidak pernah aku lihat dan sentuh namun dengan ketelitian tingkat internasional aku harus mencatatnya.
Aku merapikan meja dan bersiap pulang. Setelah berpamitan dengan rekan kerja yang lain, aku mempercepat langkahku menuju lift. Selalu, hanya lantai 9 ini yang masih hidup di penghujung bulan. Aku pun tersenyum.
Sampai di lantai dasar, aku menyapa beberapa satpam yang masih berjaga, lalu menyegerakan langkah menuju pintu keluar. Aku menghirup udara malam sedalam-dalamnya. Aahhh, segarnya, batinku sambil meregangkan beberapa anggota tubuh yang kaku.
Kutelusuri trotoar megah kawasan mega kuningan. Sambil merenungi makna kehidupan. Yang salah satunya ialah lingkungan yang supportif akan upgrading kualitas karyawannya serta teman-teman yang menyenangkan.
Minggu-minggu ini sangat melelahkan, namun dalam setiap derap langkahku menuju kost, aku dihadiahi Allah berbagai pemandangan malam yang selalu bisa membuatku bersyukur, aku selalu dilindungi dan diberikan kasih sayang olehNya.
Pic src: detikinet
#rumbelmenulisiipbogor #fiksi #nikmatmingguini
Wednesday, August 23, 2017
Friday, August 11, 2017
Teman Hidup (2)
"Vey, shubuh.." ucap mama mencoba membangunkanku dari balik pintu.
"Iya, Ma.. Vey sudah bangun.." jawabku menahan isak tangis yang tersisa.
Kami sholat shubuh bersama di mushola kecil lantai 3. Setelah kamar, mushola rumah adalah tempat favoritku. Ayah dan Mama mendesign sedemikian rupa sehingga mushola tersebut sangat nyaman dan tidak pernah membosankan. Mereka letakkan beberapa rak-rak besar berisi berbagai buku termasuk Alquran dan Hadits-Hadits terkenal. Disediakan pula komputer disana yang berisi materi-materi ceramah bernagai ustadz dan pemangkulan mengenai makna dan keterangan yang ada pada Alquran dan Alhadist.
Setelah sholat, aku segera mandi. Pagi hari di akhir minggu ini begitu sibuk. Semua menyiapkan segala sesuatunya dengan sigap. Hari ini adalah hari yang besar untuk keluarga Gunawan.
---
Kami telah sampai di Masjid Baitussalam. Aku segera dipersilahkan masuk ke ruang tata rias. Penata rias sudah siap mempercantik wajahku dihari yang istimewa ini.
Setelah penata rias merasa riasannya sudah paripurna, aku disuruh menunggu sampai dipanggil oleh penghulu saat prosesi ijab kabul telah selesai.
Dari dalam ruangan rias ini aku mendengar suaranya begitu mantap dan tenang.
"Saya terima nikahnya Veyrissa Putri binti Gunawan dengan mas kawin tersebut dibayar Tunai."
"Bagaimana saksi, Sah?"
"Sah."
"Sah, Alhamdulillah"
"Alhamdulillah.. Sah.. Silahkan mempelai wanitanya dipanggil kesini." Ujar Bapak Penghulu kepada panitia yang bertanggung jawab mengantarkanku ke dalam masjid.
Jantungku berdebar semakin kencang. Tak hentinya mulutku merapal doa-doa yang kuketahui. Sekejap aku memejamkan mata, memohon ini bukanlah sambungan peristiwa semalam.
Aku memasuki mesjid yang indah itu, dengan karpet merah nan empuk juga hawa yang dingin, dahiku tetap berkeringat. Terlihat punggung seorang lelaki di depan Ayahku. Ia sedang menandatangani sesuatu.
Sampailah aku di depan meja penghulu. Aku dipersilahkan duduk di samping laki-laki yang membacakan kabul, tadi. Dia menoleh, kemudian tersenyum. Mata indahnya berbinar-binar melihat aku mematung di sampingnya. Seketika hatiku mencelos.
Setelah melakukan prosesi selanjutnya, meminta maaf kepada orang tua, doa dan foto, aku bersama suami diinfokan panitia untuk segera ke ruang rias. Saat ini kami dalam satu ruangan, karena sudah berstatus suami istri.
Dia menggenggam jemariku. Tangannya lembut dan dingin namun berkeringat. Prosesi ijab kabul tadi sepertinya tidak selancar ucapannya, kukira. Hatinya menyimpan sejuta misteri yang jarang dia utarakan.
Sampai di ruang rias, ia sempat menatapku, sebelum kami berganti pakaian adat Minang. Seketika itu pula aku memeluknya. Penata rias bingung melihatku. Aku tak peduli.
"Terima kasih ini bukan mimpi. Terima kasih telah menjadi kenyataanku, Kak Raihan." Bisikku di telinganya.
#RumbelMenulisIIP #Week2 #Fiksi #Mimpi
"Iya, Ma.. Vey sudah bangun.." jawabku menahan isak tangis yang tersisa.
Kami sholat shubuh bersama di mushola kecil lantai 3. Setelah kamar, mushola rumah adalah tempat favoritku. Ayah dan Mama mendesign sedemikian rupa sehingga mushola tersebut sangat nyaman dan tidak pernah membosankan. Mereka letakkan beberapa rak-rak besar berisi berbagai buku termasuk Alquran dan Hadits-Hadits terkenal. Disediakan pula komputer disana yang berisi materi-materi ceramah bernagai ustadz dan pemangkulan mengenai makna dan keterangan yang ada pada Alquran dan Alhadist.
Setelah sholat, aku segera mandi. Pagi hari di akhir minggu ini begitu sibuk. Semua menyiapkan segala sesuatunya dengan sigap. Hari ini adalah hari yang besar untuk keluarga Gunawan.
---
Kami telah sampai di Masjid Baitussalam. Aku segera dipersilahkan masuk ke ruang tata rias. Penata rias sudah siap mempercantik wajahku dihari yang istimewa ini.
Setelah penata rias merasa riasannya sudah paripurna, aku disuruh menunggu sampai dipanggil oleh penghulu saat prosesi ijab kabul telah selesai.
Dari dalam ruangan rias ini aku mendengar suaranya begitu mantap dan tenang.
"Saya terima nikahnya Veyrissa Putri binti Gunawan dengan mas kawin tersebut dibayar Tunai."
"Bagaimana saksi, Sah?"
"Sah."
"Sah, Alhamdulillah"
"Alhamdulillah.. Sah.. Silahkan mempelai wanitanya dipanggil kesini." Ujar Bapak Penghulu kepada panitia yang bertanggung jawab mengantarkanku ke dalam masjid.
Jantungku berdebar semakin kencang. Tak hentinya mulutku merapal doa-doa yang kuketahui. Sekejap aku memejamkan mata, memohon ini bukanlah sambungan peristiwa semalam.
Aku memasuki mesjid yang indah itu, dengan karpet merah nan empuk juga hawa yang dingin, dahiku tetap berkeringat. Terlihat punggung seorang lelaki di depan Ayahku. Ia sedang menandatangani sesuatu.
Sampailah aku di depan meja penghulu. Aku dipersilahkan duduk di samping laki-laki yang membacakan kabul, tadi. Dia menoleh, kemudian tersenyum. Mata indahnya berbinar-binar melihat aku mematung di sampingnya. Seketika hatiku mencelos.
Setelah melakukan prosesi selanjutnya, meminta maaf kepada orang tua, doa dan foto, aku bersama suami diinfokan panitia untuk segera ke ruang rias. Saat ini kami dalam satu ruangan, karena sudah berstatus suami istri.
Dia menggenggam jemariku. Tangannya lembut dan dingin namun berkeringat. Prosesi ijab kabul tadi sepertinya tidak selancar ucapannya, kukira. Hatinya menyimpan sejuta misteri yang jarang dia utarakan.
Sampai di ruang rias, ia sempat menatapku, sebelum kami berganti pakaian adat Minang. Seketika itu pula aku memeluknya. Penata rias bingung melihatku. Aku tak peduli.
"Terima kasih ini bukan mimpi. Terima kasih telah menjadi kenyataanku, Kak Raihan." Bisikku di telinganya.
#RumbelMenulisIIP #Week2 #Fiksi #Mimpi
Thursday, August 10, 2017
Teman Hidup (1)
Menikah? Dengannya? Benarkah? Mengapa aku merasakan sesuatu yang salah. Aku tak mengerti perasaan ini, tapi aku merasa amat sangat terpuruk mengetahui diriku sudah menikah dengannya. Ini sebenarnya perasaan apa, mengapa aku merasa sangat berdosa dan sedih dengan kondisi saat ini...
"Jadi, kenapa mbak Vey mau sama Mas Tara?" Goda Resya, ocehannya membangunkan lamunanku.
"Semua sudah takdirnya.." jawabku tersenyum kecut.
Seketika perasaan yang luar biasa sakit sekaligus sedih menyergapku. Bertambah perih ketika aku sadar aku tidak akan pernah bisa mengungkapkannya.
Suasana lampu yang temaram menemani makan malam kami berempat di kafe dekat kantorku. Resya, Tara dan Noval --suami Resya, asyik berbincang-bincang dan aku tidak menyimaknya. Tatapanku kosong.
Aku masih tak mengerti dengan keadaan ini.
Seketika tanpa sadar tubuhku berdiri, menarik Tara dari bangkunya. Mengajaknya ke atas kafe, tempat rooftop dining berada.
Aku berhenti, dia pun mengikuti. Aku memandangnya dalam-dalam. Perasaan sakitku makin menjadi-jadi.
Lelaki ini, pernah menjadi bagian yang penting dalam hidupku. Kami nyaris saja menikah, tetapi kemudian dia entah kemana. Setelah meminta aku menikahinya, ia tak kunjung datang menemui orang tuaku. Setelah itu aku tahu ia menebarkan pesonanya ke teman-teman dekatku.
Sungguh menjijikkan.
Perkenalan itu begitu cepat, namun meninggalkan kesan yang mendalam. Sebelum aku menyuruhnya menemui orang tuaku, dia begitu agresif sampai aku lupa bahwa ia telah melewati batas.
Pesan-pesannya yang cerdas dan humoris begitu menyenangkan, melenakan hubunganku dengan Tuhan. Tetap saja, dia pernah menjadi orang yang aku harapkan menjadi Imam, pegangan hidup dalam segala bahagia dan muram.
Hingga akhirnya aku tersadar dan hanya bisa bersimpuh kepada Tuhan. Aku jatuh sedalam-dalamnya dan menyesal. Aku salah berharap kepada selain Tuhan juga melanggar peraturan. Aku bahkan jijik ketika teringat kenangan yang pernah ada.
Lekat-lekat aku menatap Tara kembali. Ia pun menatapku. Diam, namun tersenyum. Terlihat bahagia.
Tidak mungkin! Pekikku dalam hati.
Dalam kekacauan hati dan pikiran aku pun terbangun. Jam di gadgetku menunjukkan pukul setengah 5 pagi, suasana kamar gelap dan dingin. Aku hanya sendiri, ditemani gaun pengantin putih yang tergantung di sudut kamar. Tanpa sadar air mataku mengalir deras, kemudian aku bersyukur.
#rumbelmenulisIIPBogor #Mimpi
"Jadi, kenapa mbak Vey mau sama Mas Tara?" Goda Resya, ocehannya membangunkan lamunanku.
"Semua sudah takdirnya.." jawabku tersenyum kecut.
Seketika perasaan yang luar biasa sakit sekaligus sedih menyergapku. Bertambah perih ketika aku sadar aku tidak akan pernah bisa mengungkapkannya.
Suasana lampu yang temaram menemani makan malam kami berempat di kafe dekat kantorku. Resya, Tara dan Noval --suami Resya, asyik berbincang-bincang dan aku tidak menyimaknya. Tatapanku kosong.
Aku masih tak mengerti dengan keadaan ini.
Seketika tanpa sadar tubuhku berdiri, menarik Tara dari bangkunya. Mengajaknya ke atas kafe, tempat rooftop dining berada.
Aku berhenti, dia pun mengikuti. Aku memandangnya dalam-dalam. Perasaan sakitku makin menjadi-jadi.
Lelaki ini, pernah menjadi bagian yang penting dalam hidupku. Kami nyaris saja menikah, tetapi kemudian dia entah kemana. Setelah meminta aku menikahinya, ia tak kunjung datang menemui orang tuaku. Setelah itu aku tahu ia menebarkan pesonanya ke teman-teman dekatku.
Sungguh menjijikkan.
Perkenalan itu begitu cepat, namun meninggalkan kesan yang mendalam. Sebelum aku menyuruhnya menemui orang tuaku, dia begitu agresif sampai aku lupa bahwa ia telah melewati batas.
Pesan-pesannya yang cerdas dan humoris begitu menyenangkan, melenakan hubunganku dengan Tuhan. Tetap saja, dia pernah menjadi orang yang aku harapkan menjadi Imam, pegangan hidup dalam segala bahagia dan muram.
Hingga akhirnya aku tersadar dan hanya bisa bersimpuh kepada Tuhan. Aku jatuh sedalam-dalamnya dan menyesal. Aku salah berharap kepada selain Tuhan juga melanggar peraturan. Aku bahkan jijik ketika teringat kenangan yang pernah ada.
Lekat-lekat aku menatap Tara kembali. Ia pun menatapku. Diam, namun tersenyum. Terlihat bahagia.
Tidak mungkin! Pekikku dalam hati.
Dalam kekacauan hati dan pikiran aku pun terbangun. Jam di gadgetku menunjukkan pukul setengah 5 pagi, suasana kamar gelap dan dingin. Aku hanya sendiri, ditemani gaun pengantin putih yang tergantung di sudut kamar. Tanpa sadar air mataku mengalir deras, kemudian aku bersyukur.
Pic Source: Kartun Muslimah
#rumbelmenulisIIPBogor #Mimpi
Saturday, August 5, 2017
Saya dan Hobi (2)
I really loves Books.
Sesuai dengan gaya belajar saya yang visual, maka saya amat sangat menikmati waktu-waktu saya saat membaca buku.
Buku paling tebal yang pernah saya baca mungkin adalah Harry Potter the series, selain buku-buku pelajaran ataupun Alquran pastinya.
Membaca adalah proses doktrinasi, maka saat ini saya amat sangat pemilih dalam hal membaca buku. Buku-buku yang jauh dari syariat agama, insyaAllah tidak akan saya rekomendasikan kepada anak-anak saya, kelak. Termasuk buku favorit saya, Harry Potter.
Saya berharap akan banyak buku bagus yang bisa dibaca oleh generasi anak-anak saya kelak tanpa mengandung syirik, khurofat, takhayul ataupun bernuansa remaja akhir zaman yang didominasi dengan pacaran serta perilaku negatif lainnya.
Dengan membaca buku-buku bergizi yang sesuai fitrah manusia, saya tentunya berharap generasi-generasi di bawah saya kelak akan jauh lebih baik daripada orang tuanya.
#RumbelMenulisIIPBogor
#TantanganMenulis
#SayadanHobi #week1
Sesuai dengan gaya belajar saya yang visual, maka saya amat sangat menikmati waktu-waktu saya saat membaca buku.
Buku paling tebal yang pernah saya baca mungkin adalah Harry Potter the series, selain buku-buku pelajaran ataupun Alquran pastinya.
Membaca adalah proses doktrinasi, maka saat ini saya amat sangat pemilih dalam hal membaca buku. Buku-buku yang jauh dari syariat agama, insyaAllah tidak akan saya rekomendasikan kepada anak-anak saya, kelak. Termasuk buku favorit saya, Harry Potter.
Saya berharap akan banyak buku bagus yang bisa dibaca oleh generasi anak-anak saya kelak tanpa mengandung syirik, khurofat, takhayul ataupun bernuansa remaja akhir zaman yang didominasi dengan pacaran serta perilaku negatif lainnya.
Dengan membaca buku-buku bergizi yang sesuai fitrah manusia, saya tentunya berharap generasi-generasi di bawah saya kelak akan jauh lebih baik daripada orang tuanya.
#RumbelMenulisIIPBogor
#TantanganMenulis
#SayadanHobi #week1
Wednesday, August 2, 2017
Tentang Menikah (1)
Bayang-bayang indahnya kebersamaan dalam sebuah mahligai rumah tangga insyaAllah sering muncul di hati para singlewan/singlewati.
Hal ini, wajar saja terjadi karena manusia secara naluriah memang ingin hidup berdampingan, butuh teman, perlu berkembang biak dan sebagainya, dan sebagainya.
Saat ini, kita (saya kali, ya maksudnya) seringkali melihat atau mendengar seruan kepada pemuda/i untuk segera menikah. Tanpa mengurangi rasa hormat atas niat baik tersebut, penting bagi saya untuk mengungkapkan hal ini.
Saya wondering bagaimana ketahanan diri dan upaya merek menuju ke jenjang pernikahan setelah dikompor-kompori dengan berbagai macam sindiran baik langsung maupun tidak langsung, dipertanyakan statusnya dengan baik-baik maupun dengan tidak baik.
Apakah para pemuda yang 'ditantang' untuk segera menikah ini sudah siap, baik lahir maupun bathinnya?
Apakah para pemuda-pemudi ini sudah sedikit banyak faham tentang ilmunya?
Apakah pemuda-pemudi ini sudah paling tidak, mengerti dengan baik dan benar bab tentang thoharoh/kesucian?
Apakah pemuda-pemudi ini sudah betul-betul siap diamanahi sesuatu yang luar biasa besar dengan berbagai suka dukanya?
Apakah mereka benar-benar sadar dan ikhlas dan sabar saat menentukan pilihan untuk menikah?
Ataukah itu hanya rasa terburu-buru akibat pressure lingkungan yang bahkan tidak memfasilitasi ilmunya?
Ataukah itu hanya rasa penasaran dari gembar gembor overclaim sebuah citra pernikahan yang tak peduli bagaimana perjalanan penuh kerikilnya?
Ataukah itu hanya syahwat yang membara dan tak tertahankan?
Ataukah itu hanya sebagai pembuktian naik level ke status berikutnya?
Kenapa sih, saya berpikir sampai sejauh ini? Karena jaman saya muda, saya pun juga merasakan minimnya fasilitas ilmu ke arah sana. Saya USAHA SENDIRI belajar, mencari dan mendekati majlis-majlis ilmu ataupun buku-buku yang berhubungan dengannya.
Ilmunya nggak ujug-ujug ada. Nggak tiba-tiba datang sendiri. Ada waktu, tenaga, usaha, uang yang perlu dikeluarkan untuk berikhtiar mengkaji sebelum beramal.
Kenapa waktu jaman nabi banyak yang nikah muda? Karena can you imagine, mereka abis baligh aja udah maju ke medan perang. Udah jadi pemimpin perang. Mereka mencapai usia baligh dibarengi dengan kematangan psikis dan cara berpikirnya. Mereka baligh di usia, katakan 12-15 tahun, bersamaan dengan kemampuan berpikir, memilih, dan mengambil keputusan yang baik. Pendidikannya jauh berbeda dengan pemuda-pemudi saat ini yang nilai oriented. Mata pelajaran/sks oriented. Sementara ilmu agama dikesampingkan, orang tua pun ikut mensukseskan program prestasi dunia lebih penting ketimbang bekal hidup untuk akhirot.
Pembelajaran tentang agama nggak sebanding dengan usia yang semakin menua. Kebanyakkan dati mereka belum siap berumah tangga karena jiwanya tidak dipersiapkan untuk itu (tugas orang tua). Pun tidak berusaha juga untuk mempersiapkan hal itu (ikhtiar dari diri sendiri).
Hal ini tentu membuat saya, dan beberapa teman sedih. Saya prefer mengajak orang untuk cari ilmu dulu yuk, yang banyak. Jangan tanggung-tanggung.
Masa-masa singlenya dipakai untuk hal-hal yang bermanfaat, termasuk dipakai untuk mengupgrade ilmu tentang pernikahan. Jangan nilai kuliah aja mati-matian diperjuangin, tapi nilai-nilai kehidupan berumah tangga diantepin.
Biasanya hal ini disebut dengan memantaskan diri. Apakah saya benar-benar pantas untuk diamanahi Allah sebuah pernikahan?
Nikah itu nggak sekedar happy-happy macem endingnya drama korea. Ada segudang amanah yang perlu ilmu sekecamatan. Ada suka duka yang perlu banyak keikhlasan juga kesabaran.
Deket sama Allah aja kadang-kadang, upgrade ilmunya ogah-ogahan, kedewasaan masih jauh dari usianya, eh, mau nikah? Astagfirulloh..
Saya ngeri, seriously. Bagi anak-anak pengurus yang "hubungan" dengan ayahnya baik, insyaAllah sering denger selentingan-selentingan tentang kasus cerai.
Terkadang mendengar saat orangnya datang langsung ke rumah, curhat sama bapak kita.
Beberapa tak sengaja mendengar percakapan antara ayah dan ibu kita.
Terkadang ayah menasihati kita dengan berbagai petuah kehidupannya, hikmah-hikmah yang bisa ia bagikan dari berbagai kasus perceraian anak-anak muda saat ini.
Masalah cerai yang perlu kalian ketahui sebagai hikmah kita bersama itu seringkali cuma masalah sepele.
- Istrinya nggak mau buatin suaminya kopi
- Nggak cocok sama design rumah
- Beda pendapat
- Berantem-berantem kecil yang lama-lama menggunung karena penyelesaiannya nggak pernah tuntas
- Gagal move on dari mantan (terus, ngapain milih nikah, sik? Move on aja belom, duh. -_-)
- dan buanyak lagi.
Maksudnya saya apa sih ngejembrengin kasus-kasus itu? Supaya kita dan teman-teman kita yang belum nikah itu sadar bahwa cobaan nikah itu nggak segampang ijab kabulnya.
Supaya kita sama-sama mengerti bahwa syetan benci pernikahan dan akan terus menggoda pondasi dasar itu supaya hancur, karena Allah benci perceraian. Jadi kalau ada alasan-alasan cerai yang terlalu sepele, itu sangat mungkin terjadi. Karena syetannya yang goda juga nggak tanggung-tanggung melakukan aksinya.
Semua hal diatas membuat saya selalu merasa terpanggil untuk meng-encourage teman-teman, yuk sama-sama belajar tentang sebuah ikatan suci ini. Ikatan yang nggak bisa putus-nyambung seenak lidah kita. Mental pacaran jangan sampai dibawa ke pernikahan.
Diluar semua motivasi menggembor-gemborkan nikah muda baik ke pemudanya maupun ke orang tuanya, yuk, kita ambil peran sebagai orang yang memfasilitasi dibidang keilmuannya.
Yuk, kita teladani teman-teman kita supaya mau membaca kisah-kisah nabi dengan para istri. Begitu pula kisah-kisah sahabat lainnya. Bagaimana mereka bersikap, menghormati, menghargai, rebutan ngalah dan toleransi dengan pasangan.
Bagaimana nabi menjaga perasaan Aisyah saat ia membuat minumannya dengan garam, bukan dengan gula.
Bagaimana Ibu Khodijah menyemangati dan menenangkan Nabi, mensupport Nabi saat Nabi ketakutan bahkan sampai menggigil ketika mendapat wahyu pertama kali.
Bagaimana respon sahabat Umar saat 'diomeli' istri, dan bagimana-bagaimana yang lainnya.
Maka yuk, teman-teman kita belajar juga menjaga komitmen kita dengan Allah untuk tidak alay, tidak centil terhadap lawan jenis. Baik centil yang diniati tebar benih atau centil yang cuma iseng aja.
Yuk, teman-teman kita belajar menjaga aurot kita semata-mata karena kecintaan kita kepada Allah. Termasuk yang laki-laki juga, ya.
Yuk, ikhwan-ikhwan sholih, komitmen menjaga pandangan. Jangan gampang nge-like muka cantik orang di instagram. Belajar menjaga komitmen kepada Allah dengan menjaga mata serta kemaluannya. Menjaga mata itu termasuk dari ngeliatin foto-foto cantik seseartis di instagram atau dimanapun, yah.
Hal-hal tersebut diatas akan membentuk kita menjadi pribadi yang sadar bahwa menjaga komitmen tidak mudah, tapi HARUS. Membentuk pribadi yang kuat, taat semata-mata ikhlas karena Allah. Sabar menjalani perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Untuk para orang tua, yuk, kita juga harus sadar bahwa pembelajaran tentang pernikahan sebaiknya sejalan dengan usia balighnya. Semuanya tentu bertahap sesuai dengan tahapan usianya.
Yuk, para orang tua juga sibuk saat anaknya menjalani masa ta'aruf. Sibuk istikhoroh, sibuk hajat sebagaimana kita sibuk mencarikannya sekolah terbaik atau universitas ternama. Secara langsung ataupun tidak langsung, ini adalah langkah terakhir kita sebagai orang tua untuk membersamai anak. Tinggalkanlah memori terindah untuk anak-anak dengan membersamainya.
Bersambung..
Dengan segenap kasih sayang sesama orang beriman, catatan pengingat diri, saat ini dan nanti.
Bogor, 2817
Saya dan Hobi?
Rumah Belajar IIP Bogor ada tantangan lagi, nih. Alhamdulillah yaa, senang rasanya berkumpul dengan orang-orang yang satu hobi. Kita bisa saling menyemangati satu sama lain. Agenda-agenda tantangannya juga bikin kita semangat untuk usaha menulis lagi.
Saya lupa perkapan saya hobi menulis, tapi sejak sekolah saya suka nulis diary. Mungkin saya kurang temen curhat kali ya jadi nulis di diary. Hahahaha
Saat di Sekolah Dasar bahkan saya pernah menulis cerita-cerita horor dan mendapatkan uang. Gimana ceritanya? Awal ide aneh ini datang dari teman saya bernama Desy. Dia mengajak saya menulis cerita horor di sebuah buku tulis kosong. Lalu, setelah jadi beberapa lembar cerita buku tersebut disewakan ke teman-teman sekelas. DAN LAKU! Lol.
Tentu saja yang menyewa kebanyakan adalah anak laki-laki. Setiap ada cerita baru mereka mau menyewa lagi. Biaya sewa saat itu kalau tidak salah di kisaran 100-300rupiah. Luar biasa bukan? Sepertinya bakat entrepreneur sudah ada sejak saya masih berupa janin. Hahahaha
Perjalanan menulis saya itu efeknya lumayan besar. Saya bisa lebih tenang, bahagia dan meresapi ada hikmah apa dibalik kejadian ini dan itu. Rezeki bisa mencecap berbagai 'rasa' hikmah dan terus diasah seiring berjalannya waktu itu belum tentu bisa didapatkan oleh semua orang, maka saya amat sangat mensyukurinya. Alhamdulillah, Masyaa Allah..
Src: Pinterest
Mendapatkan hikmah lalu hanya tertanam dalam pikiran itu agak berat bagi saya. Saya akan terus berpikir, berpikir dan berpikir. Iya, saya bisa berpikir 'dalam' tentang berbagai hal, sesepele apapun. Jadi, memiliki teman brainstorming adalah suatu rezeki tak terhingga dan memiliki waktu longgar untuk menulis adalah me time yang produktif dan semoga bermanfaat untuk sekitar.
Maka menulislah, dan kau akan terkenang selamanya.
Src: Pinterest
Rabu, 2 Agustus 2017
#rumbelmenulisIIPBogor #sayadanhobi #Week1
Saya lupa perkapan saya hobi menulis, tapi sejak sekolah saya suka nulis diary. Mungkin saya kurang temen curhat kali ya jadi nulis di diary. Hahahaha
Saat di Sekolah Dasar bahkan saya pernah menulis cerita-cerita horor dan mendapatkan uang. Gimana ceritanya? Awal ide aneh ini datang dari teman saya bernama Desy. Dia mengajak saya menulis cerita horor di sebuah buku tulis kosong. Lalu, setelah jadi beberapa lembar cerita buku tersebut disewakan ke teman-teman sekelas. DAN LAKU! Lol.
Tentu saja yang menyewa kebanyakan adalah anak laki-laki. Setiap ada cerita baru mereka mau menyewa lagi. Biaya sewa saat itu kalau tidak salah di kisaran 100-300rupiah. Luar biasa bukan? Sepertinya bakat entrepreneur sudah ada sejak saya masih berupa janin. Hahahaha
Perjalanan menulis saya itu efeknya lumayan besar. Saya bisa lebih tenang, bahagia dan meresapi ada hikmah apa dibalik kejadian ini dan itu. Rezeki bisa mencecap berbagai 'rasa' hikmah dan terus diasah seiring berjalannya waktu itu belum tentu bisa didapatkan oleh semua orang, maka saya amat sangat mensyukurinya. Alhamdulillah, Masyaa Allah..
Src: Pinterest
Mendapatkan hikmah lalu hanya tertanam dalam pikiran itu agak berat bagi saya. Saya akan terus berpikir, berpikir dan berpikir. Iya, saya bisa berpikir 'dalam' tentang berbagai hal, sesepele apapun. Jadi, memiliki teman brainstorming adalah suatu rezeki tak terhingga dan memiliki waktu longgar untuk menulis adalah me time yang produktif dan semoga bermanfaat untuk sekitar.
Maka menulislah, dan kau akan terkenang selamanya.
Src: Pinterest
Rabu, 2 Agustus 2017
#rumbelmenulisIIPBogor #sayadanhobi #Week1
Subscribe to:
Posts (Atom)