Thursday, August 10, 2017

Teman Hidup (1)

Menikah? Dengannya? Benarkah? Mengapa aku merasakan sesuatu yang salah. Aku tak mengerti perasaan ini, tapi aku merasa amat sangat terpuruk mengetahui diriku sudah menikah dengannya. Ini sebenarnya perasaan apa, mengapa aku merasa sangat berdosa dan sedih dengan kondisi saat ini...

"Jadi, kenapa mbak Vey mau sama Mas Tara?" Goda Resya, ocehannya membangunkan lamunanku.

"Semua sudah takdirnya.." jawabku tersenyum kecut.

Seketika perasaan yang luar biasa sakit sekaligus sedih menyergapku. Bertambah perih ketika aku sadar aku tidak akan pernah bisa mengungkapkannya.

Suasana lampu yang temaram menemani makan malam kami berempat di kafe dekat kantorku. Resya, Tara dan Noval --suami Resya, asyik berbincang-bincang dan aku tidak menyimaknya. Tatapanku kosong.

Aku masih tak mengerti dengan keadaan ini.

Seketika tanpa sadar tubuhku berdiri, menarik Tara dari bangkunya. Mengajaknya ke atas kafe, tempat rooftop dining berada.

Aku berhenti, dia pun mengikuti. Aku memandangnya dalam-dalam. Perasaan sakitku makin menjadi-jadi.

Lelaki ini, pernah menjadi bagian yang penting dalam hidupku. Kami nyaris saja menikah, tetapi kemudian dia entah kemana. Setelah meminta aku menikahinya, ia tak kunjung datang menemui orang tuaku. Setelah itu aku tahu ia menebarkan pesonanya ke teman-teman dekatku.

Sungguh menjijikkan.

Perkenalan itu begitu cepat, namun meninggalkan kesan yang mendalam. Sebelum aku menyuruhnya menemui orang tuaku, dia begitu agresif sampai aku lupa bahwa ia telah melewati batas.

Pesan-pesannya yang cerdas dan humoris begitu menyenangkan, melenakan hubunganku dengan Tuhan. Tetap saja, dia pernah menjadi orang yang aku harapkan menjadi Imam, pegangan hidup dalam segala bahagia dan muram.

Hingga akhirnya aku tersadar dan hanya bisa bersimpuh kepada Tuhan. Aku jatuh sedalam-dalamnya dan menyesal. Aku salah berharap kepada selain Tuhan juga melanggar peraturan. Aku bahkan jijik ketika teringat kenangan yang pernah ada.

Lekat-lekat aku menatap Tara kembali. Ia pun menatapku. Diam, namun tersenyum. Terlihat bahagia.

Tidak mungkin! Pekikku dalam hati.

Dalam kekacauan hati dan pikiran aku pun terbangun. Jam di gadgetku menunjukkan pukul setengah 5 pagi, suasana kamar gelap dan dingin. Aku hanya sendiri, ditemani gaun pengantin putih yang tergantung di sudut kamar. Tanpa sadar air mataku mengalir deras, kemudian aku bersyukur.

Pic Source: Kartun Muslimah


#rumbelmenulisIIPBogor #Mimpi

2 comments:

  1. Go-----d

    This story is terrifying in good way. Too scary to be true but well explained

    ReplyDelete
  2. Hahaha ginaaa, jadi malu 😂 newbie nih 🙈 alhamdulillahi jazaa killahu khoiroo anw buat komentarnyaa ❤

    ReplyDelete