"Vey, shubuh.." ucap mama mencoba membangunkanku dari balik pintu.
"Iya, Ma.. Vey sudah bangun.." jawabku menahan isak tangis yang tersisa.
Kami sholat shubuh bersama di mushola kecil lantai 3. Setelah kamar, mushola rumah adalah tempat favoritku. Ayah dan Mama mendesign sedemikian rupa sehingga mushola tersebut sangat nyaman dan tidak pernah membosankan. Mereka letakkan beberapa rak-rak besar berisi berbagai buku termasuk Alquran dan Hadits-Hadits terkenal. Disediakan pula komputer disana yang berisi materi-materi ceramah bernagai ustadz dan pemangkulan mengenai makna dan keterangan yang ada pada Alquran dan Alhadist.
Setelah sholat, aku segera mandi. Pagi hari di akhir minggu ini begitu sibuk. Semua menyiapkan segala sesuatunya dengan sigap. Hari ini adalah hari yang besar untuk keluarga Gunawan.
---
Kami telah sampai di Masjid Baitussalam. Aku segera dipersilahkan masuk ke ruang tata rias. Penata rias sudah siap mempercantik wajahku dihari yang istimewa ini.
Setelah penata rias merasa riasannya sudah paripurna, aku disuruh menunggu sampai dipanggil oleh penghulu saat prosesi ijab kabul telah selesai.
Dari dalam ruangan rias ini aku mendengar suaranya begitu mantap dan tenang.
"Saya terima nikahnya Veyrissa Putri binti Gunawan dengan mas kawin tersebut dibayar Tunai."
"Bagaimana saksi, Sah?"
"Sah."
"Sah, Alhamdulillah"
"Alhamdulillah.. Sah.. Silahkan mempelai wanitanya dipanggil kesini." Ujar Bapak Penghulu kepada panitia yang bertanggung jawab mengantarkanku ke dalam masjid.
Jantungku berdebar semakin kencang. Tak hentinya mulutku merapal doa-doa yang kuketahui. Sekejap aku memejamkan mata, memohon ini bukanlah sambungan peristiwa semalam.
Aku memasuki mesjid yang indah itu, dengan karpet merah nan empuk juga hawa yang dingin, dahiku tetap berkeringat. Terlihat punggung seorang lelaki di depan Ayahku. Ia sedang menandatangani sesuatu.
Sampailah aku di depan meja penghulu. Aku dipersilahkan duduk di samping laki-laki yang membacakan kabul, tadi. Dia menoleh, kemudian tersenyum. Mata indahnya berbinar-binar melihat aku mematung di sampingnya. Seketika hatiku mencelos.
Setelah melakukan prosesi selanjutnya, meminta maaf kepada orang tua, doa dan foto, aku bersama suami diinfokan panitia untuk segera ke ruang rias. Saat ini kami dalam satu ruangan, karena sudah berstatus suami istri.
Dia menggenggam jemariku. Tangannya lembut dan dingin namun berkeringat. Prosesi ijab kabul tadi sepertinya tidak selancar ucapannya, kukira. Hatinya menyimpan sejuta misteri yang jarang dia utarakan.
Sampai di ruang rias, ia sempat menatapku, sebelum kami berganti pakaian adat Minang. Seketika itu pula aku memeluknya. Penata rias bingung melihatku. Aku tak peduli.
"Terima kasih ini bukan mimpi. Terima kasih telah menjadi kenyataanku, Kak Raihan." Bisikku di telinganya.
#RumbelMenulisIIP #Week2 #Fiksi #Mimpi
No comments:
Post a Comment