Wednesday, February 7, 2018

Perjuangan Cinta

Minggu kedua setelah kelahirannya, Sabiq terserang pilek. Ini kali pertama dalam hidupnya dan nafasnya berbunyi grok-grok saat tidur. Ditambah matanya yang terus-terusan mengeluarkan kotoran. Aneh. Di rumah tidak ada yang sedang flu, setelah dari RS saya juga hanya memberinya ASI saja tanpa susu formula. Saya sangat khawatir, selayaknya para ibu baru yang merasa khatam ilmu tapi gagap pada prakteknya.

Kemudian saya memutuskan untuk berkonsultasi ke dokter anak. Setelah saya menjelaskan kronologinya, dokter meresepkan beberapa obat sebagai terapinya. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa seringkali pilek yang menyerang anak di bawah usia 2-3 bulan disebabkan oleh alergi.

Selain itu, dokter juga bertanya, “Apakah kedua orang tua atau salah satunya memiliki riwayat alergi? Atau kakek neneknya?” Tentu saja dengan cepat saya menjawab, "Iya, Dok. Ayahnya alergi seafood. Neneknya pun ada alergi debu.”

Kemudian dokter memberi saya rincian beragam makanan yang sebaiknya saya hindari.  Sesaat setelah sampai di rumah, saya pun mengingat-ingat apa yang telah saya makan beberapa minggu belakangan ini. "Cheesecake? Ya, dua minggu yang lalu," saya bergumam. Kacang tanah juga, sehari yang lalu. Benar saja diagnosa dokter tadi. Lagi-lagi saya membatin.

Sabiq menangis, membuyarkan lamunan saya. Ia haus. Saya memandangnya, ia masih sedikit kesulitan untuk bernafas akibat lendir pada hidungnya. Ruam-ruam merah di sekitar kepala dan lehernya pun tak lepas dari perhatian saya. Ya, Allah ... saya berbicara dalam hati tak karuan. Karena saya, mungkin Sabiq harus melewati hari-hari yang sulit. Pilek dan ruam kemerahan yang gatal di usia sedini ini. Tak terasa saya meneteskan airmata. Disergap perasaan bersalah, saya hanya bisa menciumi dahinya dan terus meminta maaf.

Sambil menyusui, saya juga merutuki diri yang kurang ilmu ini. Bagaimana mungkin saya  tidak menyadari hal ini. Saya merasa belum bisa menerima kalau saya sebagai ibunya tidak mempersiapkan diri, bahwa bayi saya besar kemungkinan memiliki resiko alergi seperti riwayat dari keluarga terdekatnya. Haruskah saya beralih ke susu formula? Agar ia tidak mengalami hal-hal seperti ini lagi?

Menerawang pikiran saya, semua ilmu tentang ASI yang saya pelajari sebelum melahirkan rasanya sia-sia. Saya terlanjur patah hati melihat makhluk mungil itu tak sesehat dan seceria sebelumnya. Saya paham ASI yang terbaik untuknya. Namun, saya tak tahu apakah ia akan mengalami hal yang sama seperti ini lagi atau bahkan lebih parah? Sampai kapan saya bisa konsisten menjaga diet makan saya? Saya ingin menyusuinya hingga tuntas, sebagaimana Allah menurunkan firman-Nya tentang cinta. Tetapi saya juga takut menyakitinya karena kealpaan saya. Dilema.

#Squad7 #30dwcjilid11 #cerpen #nonfiksi

No comments:

Post a Comment