Sunday, February 18, 2018

SMA AHSANA INSAN

Akhirnya bel sekolah berdering. Tanda pelajaran hari ini berakhir. Aku bersiap menuju asrama, Vina pun begitu.

Kami keluar kelas tepat setelah Pak Gunawan keluar. Iseng, kami memang suka bertingkah aneh disaat yang tepat. Ya, setidaknya itu menurut kami.

Kelas kami tepat berada disamping X 10, X 9. Ruangan kelas di deretan ini detilnya hampir sama, kecuali kelas-kelas yang ada pada bangunan baru.

Kelas tua beralaskan ubin. Bukan lantai keramik. Dindingnya beberapa sudah cukup rapuh, dan warna cat baru yang diulang-ulang pengerjaannya setiap tahun ajaran baru. Sayang sekali tidak memperhatikan bagaimana proses pengecatan dinding yang seharusnya sehingga dinding dan catnya tidak dapat menyatu dengan paripurna.

Seberang kelas kami adalah ruang tata busana. Ruangan tersebut berisi beberapa mesin jahit dan benda-benda sejenisnya. Uniknya, bangunan tersebut dibuat berwarna hijau tosca. Kami para siswa biasa menyebutnya "gedung ijo".

Gedung tersebut sebenarnya berringkat-tingkat, namun karena pengerjaannya terhambat, jadi ruangan-ruangan di lantai 3 dan 4 belum diselesaikan. Sekolah memprioritaskan bangunan di sebelah aula terlebih dahulu. Kejar tayang dengan tahun ajaran baru, katanya.

Gedung hijau jarang digunakan kecuali ruang tata buasananya, karena itu aku bersama Vina dan beberapa teman dekat lainnya sering menggunakan tangga gedung hijau untuk duduk-duduk di jam istirahat, atau sekedar berdiskusi tentang apapun disana.

Tepat di depan kelas X 10 ada kantin dan UKS. Tempat yang jarang sekali sepi karena selalu saja ada murid-murid yang bolos dari pelajaran. Tempat itu juga, adalah tempat pertama aku melihat Raihan dengan jelas. Melihatnya secara keseluruhan dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

Di sebelah kantin ada kolam dan taman kecil. Di depan taman ada laboratorium IPA, aku selalu penasaran melihat isi ruangannya. Hingga suatu waktu, saat pelajaran biologi, kami sekelas diperintah menuju ke laboratorium, rasanya senang sekali saat itu. Bagiku, pelajaran IPA selalu menyenangkan sekaligus bikin penasaran.

Aku dan Vina saling menatap satu sama lain ketika tepat di depan kami, ada laki-laki berringkah agak kikuk dan aneh, bertubuh tidak terlalu tinggi serta berkulit sawo matang, menyapa kami dengan akrab.

"Hai, Vanya. Hai, Vin. Apa kabar?"
"Nggg... baik." Sahutku singkat.
"Vina, gimana kuis kamu kemarin?" Tanyanya lebih spesifik ke arah Vina. Vina menjawab seadanya, lalu kami dengan segera menyudahi perbincangan tersebut. Meninggalkan laki-laki hitam manis tersebut di belakang kami.

Segerombolan murid-murid yang juga pulang sekolah membaur diantara kami. Aku tak melihat laki-laki itu lagi, begitu pun Vina. Hingga sepasang mata tak sengaja bertemu dengan mataku.

Raihan... Dia mengawasiku, kupikir, sejak tadi.
Vina menarik tanganku cepat-cepat, sebelum lelaki berperilaku aneh tadi menyusul kami.

Gerbang sekolah terbuka lebar, para siswa berhamburan, bersiap menuju tujuannya masing-masing.

No comments:

Post a Comment