Sunday, April 9, 2017

Pernikahan yang Bahagia


Pernikahan yang bahagia itu bukan pernikahan yang tanpa masalah. Tapi pernikahan yang saling mengerti bahwa ketika ada masalah maka "kita" harus mencari jalan keluarnya bersama-sama. Kenapa "kita" nya di bold? Karena menikah itu ya berdua, menyatukan dua orang yang berbeda untuk mendapatkan ridhoNya. Jadi, berjuangnya ya berdua dong, ya. Kalo sendirian kan jomblo namanya. Eh. 😜


Jangan baper, becanda yaaw



Nah, Alhamdulillah, kabar baiknya ialah dalam Islam selalu ada jalan keluarnya.
Serius?

SERIUS.


Karena menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya adalah KOENTJI. 





Make it simple, mau bahagia? Taat Allah Rasul. As simple as that. Like really? Iya. Beneran. Beneran bangeet. Pengalaman hidup pribadi dan orang lain mengajarkan saya tentang hal ini. Kamu juga, kan?

Misalnyapun ada berbagai macam teori tentang pernikahan, percayalah bahwa pondasi utamanya tetap ada di kecintaan kepada Tuhannya lebih dulu, kemudian ilmu lalu amal untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuanNya.

Karena dibilang kudu komunikasi blablabla kalo hobinya maksiat ya tetep aja komunikasinya nggak efektif. Why? Soalnya dia nggak komitmen sama Allah. Waktu ijab kabul, dia lupa atau nggak ngerti maksudnya pernikahan itu apa. Menikah itu gampang, menjaganya yang susah.

Karena pelanggaran-pelanggaran dan maksiat yang dikerjakan itu nggak akan pernah membawa kebahagiaan bagi pelakunya. Ketika Allah masih memberikan waktu dan kesempatan, maka orang tersebut akan bertaubat sambil menyesal telah melakukan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut. Mungkin sampai akhir hayatnya dia 'dibebani' rasa bersalah yang amat sangat sehingga, menjadi cambuk untuknya supaya bisa beramal sholih lebih lebih dan lebih banyak lagi. 

Namun, jika Allah tidak lagi peduli dengannya, pelaku tetap merasa tenang-tenang saja hingga kebahagiaan yang fana tersebut pada akhirnya akan hilang dan berganti. Mereka tidak pernah kekal, bahkan mudah sekali pergi. Mudah sekali, secepat anak 2 tahun yang udah bisa ini itu padahal kok kayaknya baru kemarin lahiran.

*tapi boong*
*dua tahun berasa kali, ah*



Rumus yang udah absolut ini masih selalu ada aja yang nyeletuk,

"Ah, nggak juga tuh. Si A kerjanya maksiat mulu, rejeki lancar aja. Anak-anak berprestasi, istrinya cantik dlsb"

We never know what someone is going through yekan, boebo?
Lagian orang mah pengennya kamu-kamu itu taunya ya baik-baiknya aja, yegak?



"Itu si B ahli ibadah, anak-anaknya tahfidz quran kok rumah tangganya berantakan?"

Kita juga nggak pernah tahu hati orang lain, atau jangan-jangan perceraian lah jalan terbaik untuk si B, sehingga bisa mendapat istri yang sholihah nan taat.

Saya pribadi sih percaya kualitas kebahagiaan hidup seseorang ditentukan dari seberapa dekat dia dengan TuhanNya, seberapa taat dia dan seberapa kuat dia berjuang meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan. Ketika saya lagi turun keimanan, ya ada aja (banyaque) perasaan-perasaan negatif muncul. Mau me time ke salon kek, buang-buang uang makan di tempat yang bukan kelasnya saya (nggayae rek, kek punya duit saja kau nak 😂), berenang, tidur, traveling, apapun, ujung-ujungnya saya baru bisa tenang kalo udah tsurhat ke Yang Maha Memberi Ujian dan Rasa. Jadi dahulu kala, saya nggak pernah sedih kalo nggak ada bahu, lantai mesjid banyak cin, sujud ateuh. Dijamin kepala adem, hati pun. Masyaa Alloh, Alhamdulillah.

Karena percayalah kebahagiaan yang HQQ itu cuma bisa didapet kalo kita deket sama yang Empunya bahagia. 



Pernikahan bahagia juga bukan karena keduanya saling mencintai (saja), namun karena keduanya lebih mencintai Allah yang kemudian Allah turunkan benih-benih cinta diantara keduanya. Sehingga Allah tambah mencintai hamba-Nya yang saling cinta-mencintai karenaNya. InsyaaAlloh. 

Bingung nggak? 
Gausah bingung, istikhoroh sama hajat aja yang banyak. InsyaAlloh tahun ini, yaa? Aamiiin 😘

Nadya, With Love ❤

--------

*sebagai pengingat diri sendiri
**doa terakhir khusus pejuang single yang sedang mencari pasangan halalnya.

No comments:

Post a Comment