Saturday, November 14, 2020

Pertimbangkan Ini Saat Memilih Sekolah Dasar Untuk Anak (Part 2)

 Halo momies~ Masyaa Allah udah akhir 2020 aja nih. Assalamualaikum 🎈

Dulu janji mau bikin part 2 tentang pertimbangan memilih sekolah anak, jengjeeng.. 2 tahun kemudian utangnya baru dibayar 😂

Akhirnya dibayar karena abis ikutan acara open house online. Subhanallah, siapa yang sangka ya pandemi hit us, tanpa pemberitahuan. Masih galau banget S bakal sekolah dimana dan bagaimana, karena ni virus aja belum jelas kapan musnahnya. So saaaad~

Back to the topic, Masyaa Allah.. sekolah inceran emaknya S sejak 2 taun lalu bagus banget konsep dan valuenya. Masa iya nonton open housenya aja sampe monangis 😭😂 Mudah-mudahan emang sebagus itu ya, bukan pencitraan belaka. 🤪

Nah, besok S mau ikutan open house lagi nih, tapi buat TK sih. TK Online pula. Ini jadi ikut-ikutan open house gegara mak ichaaa wkwk. Pandemi ini membuatku shantay, dan selaaww banget tentang sekolah S, karena auk ah pusing banget mikirin sekolah kudu online segala.

Lalu tersadar, dan yak, aku harus bangkit dari kemalasan ini 😂💪🏻

Minta doanya aja agar kami bisa dapet sekolah terbaik dan terbarokah, yaaa.

so, here we go again, hal-hal apa saja ya yang bisa kita pertimbangkan buat memilih sekolah anak:

bismillaah~

✨ Kemampuan Finansial

Cita-cita boleh setinggi langit, tapi jangan lupa tetep "napak bumi". Nah, ini kriteria penting banget ya, mams. Budgetnya cukup atau nggak? Kalo cukup alhamdulillah, kalo nggak, masih bisa diusahakankah? atau lebih baik mundur teratur? Kita yang tahu sendiri nih detilnya. Buat uang pangkal, bisa diakalin nabung/invest dana pendidikan dari sejak hamil atau pas melahirkan ya. Yang khawatirnya kelupaan justru biaya bulanan yang jangan sampe nih, malah bikin lebih besar pasak daripada tiang.

Selain itu, yang mungkin perlu kita pikirin, gimana pergaulan anak-anak kelak? Kalau taraf ekonominya terlalu jomplang, tapi kita maksain naik ke level ekonomi yang jauh di atas kita, khawatirnya anak-anak kita jadi minder. Atau ya, paling ngga nanti biaya pergaulannya jadi mahal sekaliii~ karena lingkungannya membentuk seperti itu. Jangan sampe nih, kita cuma mampu liburan ke Puncak, eh temen-temen anak kita PP Jakarta-Singapur macem Depok-Bandung 😌 Biaya pergaulan tu kayak jumlah minimal arisan ibu-ibunya, biaya makan siang cantik di resto tempat ngocok arisannya, dll. Mau nggak mau, biasanya selalu ada nih "biaya" bergaul, baik buat orang tua atau anak-anaknya. Intinya jangan maksain diri sih, kalo mampunya arisan buku/baju ya jangan ke sekolah yang ibu-ibunya pada arisan berlian 😋, semampunya lebih baik, insya Allah.

✨ Banyak Gugling, Banyak Membandingkan, Buat School Survey Sheet kalo perlu.

Kenapa? Soalnya kalo ga dirangkum poin-poinnya tu bercabang aja terus di kepala. Dan enak kalo udah dicatet/ditulis/dibandingkan gitu, Mams. Kayak clear aja gitu kan, plus semakin mantap deh pilihannya mau kemana karena terpampang nyata tuh perbedaannya. Nah, setelah itu kertasnya tinggal kasi ke pak suami deh buat acc atau nggak (biayanya) *eh 🤭

✨ Datangi sekolah minimal 2x (penting: diluar acara open house ya!)

Saat kita datangi sekolah secara "tiba-tiba" maka yang terjadi di sekolah saat itu adalah kondisi yang memang biasa terjadi di keseharian mereka (bukan settingan karena lagi open house 🤭). Disitu kita selain bisa eksplore sekolah, kita juga bisa lihat aktifitas guru-guru + murid-muridnya secara real. Beneran menerapkan value yang mereka anut atau nggak? 

Biasanya nih, pada saat mendatangi sekolah kita bingung apa-apa aja sih yang perlu di observasi. Karena takut kepanjangan, aku buatin di part ketiga aja yaaa.

Sampai jumpa di postingan berikutnya, semoga bermanfaat dan semoga bisa berjodoh dengan sekolah yang cocok buat si kecil ya Mams ❤️

Wassalammualaikum 💫

Friday, September 6, 2019

Personal Boundaries


Sering nggak sih, kita ga sadar kalo orang lain sedang ‘menjajah’ personal boundaries kita. Sudahlah kita nggak sadar sedang dijajah, orang itu pun nggak sadar juga sedang menjajah diri kita.

Versi menjajahnya seperti ini:
- Susah menolak permintaan orang lain
- Memberikan orang lain kesempatan untuk mendikte atau mendefinisikan siapa diri kita, padahal kita nggak suka, dan nggak bisa memberikan kejelasan kepada mereka.

Kadang, hal itu terjadi karena kita terlalu percaya sama seseorang atau  sebaliknya, terlalu tidak percaya

Maka penting sekali menurut saya, bagi kita semua, khususnya mama-mama disini untuk meningkatkan awareness akan personal boundaries (batasan diri) serta membangun personal boundaries yang sehat.



Disclaimer, semua kita sedang belajar. Begitupun saya. Saya sendiri sharing ini karena seringkali melihat kondisi ini menjadi terlalu lumrah di sekeliling kita, khususnya hubungan dengan orang lain (bukan kepada suami/orang tua dan atau orang yang WAJIB kita taati, karena tentu berbeda konteksnya). Kemudian jika ingin menyuarakan sesuatu kepada yang lebih tua atau seseorang yang wajib kita hormati, kita harus menomorsatukan unggah-ungguh, atau adab sesuai Quran Hadits.

Walaupun dalam Islam, tentu ada hal-hal yang tidak bisa kita hindari intervensinya, karena Allah lebih tau yang terbaik untuk hamba-hambaNya, tinggal kita mengikuti perintahNya menjauhi laranganNya.

Eh eh terus kenawhy si perlu mengerti ini? Agar kita tak membiarkan orang lain melanggar batasan pribadi kita, dan sebaliknya, kita tidak melanggar batasan orang lain tanpa sengaja atau tanpa disadari.

Batas pribadi adalah ruang antara kita dan orang lain. Anggap saja seperti pagar atau gerbang. Sebagai penjaga gerbang, Anda yang memutuskan seberapa dekat orang lain boleh mendekat, baik secara fisik atau keemosian. Dengan adanya batas pribadi, kita meminta orang lain untuk membuktikan dahulu bahwa dia bisa dipercaya sebelum masuk dalam kehidupan kita.

Memiliki batasan pribadi yang tidak sehat, seringkali berakibat buruk pada mental health kita. Depresi, takut, khawatir, tidak percaya diri, you named it.

Maka nggak selamanya "gaenakan" sama orang lain DEMI menjaga perasaaannya itu baik. Kadang kita juga HARUS menjaga perasaan dan kewarasan kita sendiri.

Karena personal boundaries yang sehat itu adalah salah satu bentuk selflove kita pada diri kita.

Jadi sebaiknya kita mulai dari mana?

Mulai dari menghormati diri kita sendiri, lalu hormati orang lain. Kelebihan kekurangan kita, apapun itu, terima dan hormati. Tentu lebih baik jika kita terus berusaha memperbaiki diri. Jika kita sudah dengan sadar menghormati diri sendiri, kita akan secara otomatis mengeliminasi orang-orang yang tidak menghormati diri kita, sebagaimana manusia sepatutnya.

Katakan apa yang sebenarnya kita inginkan orang lain tahu, jika di konfrontasi.

Semua orang bebas berpendapat dan punya keyakinan, ketika orang lain memaksa pendapatnya atau keyakinannya kepada anda, beritahukan kepada mereka bahwa anda memiliki pendapat/keyakinan yang berbeda. Lets agree to disagree. Terlebih untuk hal-hal yang sangat personal, seperti agama, value dan prinsip dalam hidup, etc

Just say NO clearly, saat kita diminta sesuatu yang buat kita nggak nyaman, nggak bisa, atau nggak sesuai dengan value/prinsip hidup kita.

Kalau nggak bisa agree to disagree ya tinggalkan saja perdebatan itu. Hentikan lalu tinggalkan, seperti yang telah nabi pesankan.

Peka terhadap warning signs. Seiring perjalanan hidup kita, kita akan menemukan seseorang melanggar batas kita dan tergolong parah, ada juga yang masih bisa kita ditoleransi.

Jika personal boundaries kita dilanggar berkali-kali oleh orang yang sama, walaupun mungkin menurut kita pelanggaranannya masih dalam taraf bisa ditoleransi, maka sesungguhnya itu sudah cukup menjadi RED FLAG bahwa orang tersebut PERLU kita hindari atau eliminasi dari kehidupan kita.



Kita harus mengajak pada kebaikan dan mengajak untuk menjauhi kemungkaran, TAPI bukan tanggung jawab kita untuk merubah orang lain, apalagi memaksanya untuk berubah. Suatu waktu kita mungkin bertemu sessorang, dan seiring berjalannya waktu kita akan semakin mengetahui karakternya, JIKA karakter dasarnya merugikan kita, bukan tanggung jawab kita untuk merubahnya. Dont waste your time and energy. Be wise.

Bertanggung Jawablah pada keputusan kita.

Pada dasarnya, hak dasar manusia untuk menentukan keputusan apapun dalam hidupnya. Dan sejatinya kita nggak perlu menjelaskan atau mempertanggungjawabkan keputusan pribadi kita kepada orang lain.

Jika keputusan tersebut bisa berdampak pada orang lain atau berpotensi menyusahkan orang lain, tentu kita harus menjelaskan dan mempertanggung jawabkannya untuk banyak pihak.

Tapi kalau keputusan itu adalah hal pribadi dan ga ada sangkut-pautnya dengan orang lain, we have the right to decide or change our mind at any time.



Kalo katanya Mami Ubii (dengan editan saya sedikit di akhir kalimat), "Establishing healthy boundaries is a life-long learning. But it's worth trying. 'No' might make them angry. But sometimes, it's what we need to set us healthy ❤"

BONUS:
saya tambahin sekalian ya, bahwa anak kita juga harus tahu tentang personal boundaries ini lhoo 💥



Is the Balance Bike really Worth the Hype? (Part 2)


Belajar mengendarai balance bike mirip belajar sepeda roda dua pada umumnya, pertama-tama mereka akan berjalan dengan pelaaann sekali dan bahkan nggak bisa sambil duduk. Lama kelamaan mereka semakin cepat, lalu mereka bisa mengendarai sepeda dengan menduduki joknya sambil berlari, step terakhir mereka bisa mengendarai dengan cara duduk, berlari kemudian mengangkat kakinya.



Belom baca Part 1 nya? Klik dong 😉

Kalau anak sudah bisa mengangkat kakinya saat bermain artinya mereka sudah menemukan keseimbangannya sendiri.

Belajar mengendarai balance bike adalah kegiatan yang menantang, beberapa anak merasa nggak asik memainkannya karena belum terbiasa, takut jatuh, dlsb. Pernah S ada di fase itu, jadi itu si balance bike di minggu-minggu pertama diem aja di rumah, nggak dipake sama sekali. Karena menurut dia ngga seru.

Tapi sebagai orang tua, saya tetap support dia kalau dia bisa, dia berani, its okay pelan-pelan dulu, nanti lama-lama juga bisa. Beberapa anak lain butuh diyakinkan dengan safety equipment seperti helm, sarung tangan, pelindung siku dan lutut, serta sepatu yang nyaman.

Saat anak melihat sendiri bahwa bermain balance bike ternyata ada progressnya, anak akan senang dan tanpa ia sadari ia terlatih untuk lebih berani, tetap berhati-hati, percaya diri serta memiliki penguasaan gerak tubuh yang baik.

Seperti yang saya kemukakan sebelumnya, manfaat balance bike tentu bukan hanya “demi bisa cepet belajar sepeda”. Yang paling terlihat dari progress S bermain balance bike adalah, dia jadi lebih percaya diri, berani dan memiliki penguasaan gerak tubuh yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Karena ringan, anak bisa menentengnya sendiri, menaiki beberapa anak tangga, masuk-keluarin sepeda dari rumah. Saya pribadi seneng sih, karena dia jadi merasa punya tanggung jawab atas sepedanya, dan bisa percaya diri karena sepedanya dia kendalikan semua sendiri.

Nah, jadi apa bedanya Balance Bike vs Training Wheels (roda empat)?

Balance bike mengajarkan anak untuk mengendarai sepeda secara seimbang. Berbeda dengan training wheels (sepeda roda empat), ia menopang anak ketika tidak seimbang, biasanya training wheels akan menopang anak agar tidak jatuh saat sepeda miring.

Saat anak belajar sepeda roda dua dengan melepas kedua training wheelsnya, baru ia akan belajar bagaimana mengendarai sepeda sambil belajar keseimbangan. Tetapi dengan balance bike, anak akan belajar menguasai teknik keseimbangan diri dalam bersepeda sejak hari pertama ia mengendarainya.

Bagaimana sih cara mainin Balance Bike?

Seperti yang sudah saya jelaskan di part satu ya, semuanya natural sekali. Pertanyaan-pertanyaan seperti ‘nanti kalau main balance bike kakinya taruh dimana?’ atau ‘gimana caranya sih mengendarai sepeda tanpa pedal?’ itu umumnya muncul dari para orangtua. Anak-anak sih, nggak banyak mempertanyakannya hal itu, tapi langsung penasaran lalu mencoba mengendarai, dan lama kelamaan, mereka tahu bagaimana cara memainkannya dengan asik dan seimbang.

Bisakah merombak Sepeda Roda Dua Berpedal menjadi Balance Bike?

Setahu saya sih, bisa ya. Dan sudah ada yang jual juga balance bike yang ada pedalnya dan bisa dilepas. Kalau dari sepeda roda dua yang defaultnya berpedal, kemudian pedalnya dicopot, mungkin yang agak bikin risih itu ada rantainya. Tapi kalau ditanya bisa atau nggak, seharusnya sih tetap bisa.

Kalau ditanya kenapa balance bike? ya karena ia didesain sangat ringan agar anak lebih optimal dalam belajar keseimbangan tubuhnya. Desain yang ringan bermanfaat bagi anak untuk bisa bangun dan mengangkat balance bike sendiri tanpa bantuan orangtua, saat ia jatuh. Jadi, si balance bike ini ceritanya memfasilitasi anak dalam kemandirian juga "bersenang-senang" sebelum akhirnya mereka menggunakan sepeda roda dua yang ada pedalnya.

Setau saya, sepeda roda dua yang memiliki pedal jauh lebih berat, sehingga sebenarnya lebih sulit digunakan saat belajar keseimbangan untuk anak-anak usia preschool/toddler. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk anak berusia lima tahun atau lebih jika mau merombak sepeda berpedal menjadi balance bike. Karena mereka sudah lebih kuat dan memiliki kemampuan motorik yang lebih baik dibandingkan anak usia toddler atau preschool.

Perlengkapan yang Diperlukan Saat Mengendarai Balance Bike apa aja ya?

Keselamatan anak adalah yang utama. S belom beli sih hueheheh, karena emang baru-baru ini mulai ngebut dan bisa angkat kakinya. Sudah harus beli, memang. Biar dia aman dan semakin percaya diri. Insya Allah.

Pelindungnya biasanya ya berupa helm, sarung tangan, pelindung siku-lutut juga sepatu yang aman dan nyaman. Sejauh ini S juga belum pernah jatuh, soalnya mainnya ya gitu, hati-hati banget. Saya juga kaget waktu dia ternyata udah bisa ngebut dan angkat kaki padahal bukan dijalan yang mulus kayak aspal, Masyaa Allah.

Balance Bike punya S: Harga, Tempat Beli, Mahal?

Balance bike punya S merknya London Taxi warnanya merah. Saya beli waktu S usia 3 tahun lebih, lah. Udah telat sih, memang. Tapi abihnya kepengen banget, saya yang belom ngerti buat apasih sepeda gini-gini, kok mahal, dlsb ya respon pertamanya pasti menolak. Tapi abis itu ya cari tau, pikir-pikir, timbang-timbang lagi, toh uang-uang bapaknya juga yang beli ahaha, yaudah deh mumpung yang kepengen bapaknya. Jadi dia belinya juga seneng gitu kaan. Nggak kaya waktu saya minta beliin buku satu set yang harganya jut-jut itu, bapaknya masih iya-iya, nggak-nggak. Akhirnya saya beli aja pakai uang saya sendiri, hasil dari keuntungan nulis dan jualan buku. (Malah curhat 😂)

Ohiya, lanjut ke harga balance bike tadi. Harganya dikisaran 1jutaan. Seinget saya sih, kita belinya online dan cari yang freeongkir. Karena yakan mahal kalo nggak freeongkir ya buuu. Seinget saya juga, belinya dulu dapat harga diskon, cuma bener-bener lupa deh dapet harga pas 1juta atau dibawah itu sedikit.

Kok Mahal?
Jengjeeeeng. Pertanyaan emak-emak, saya pun begitu waktu abihnya S minta beli itu sepeda. Balik lagi sih ya, mahal itu relatif banget. Kalau satu jutanya dipikir bisa buat beli garem yaiya jadinya banyak, mahal. Tapi kalo dipikir masa guna sepeda = bisa dipakai berapa tahun? manfaat sepeda = bisa buat stimulasi apa aja? bisa diturun temurunkan ke adik-adiknya, nggak?

Kalau saya jawab pertanyaan itu satu-satu ya jawabannya sepedanya nggak mahal sih jadinya. Puasa ke kidzoona 12 kali aja, bisa deh punya alat buat stimulasi motorik kasar anak secara lengkap dan dapat digunakan setiap hari, iya setiap hari.

Menimbang saya paling males harus keluar rumah, utamanya sih buat stimulasi motorik kasar anak, jadi yaudah lah beli aja. Masa udah beli dengan harga segitu masih mau males juga? 😆

Last FYI, untuk merk lain, ada kok yang harganya di kisaran 500-800 ribuan. Seperti Maynine, dll.

Balance bikes teach toddlers and kids how to ride while balanced, whereas training wheels teach how to ride while unbalanced.

Sumber bacaannya: